Salamullahi ‘alaikum
warahmatullahi ta’ala wabarakatuhu wamaghfiratuhu.
Salam Prestasi !!!
Sebelumnya, izinkan saya mengawali
artikel ini dengan sebuah Curhat (Curahan Hati) saya tentang istilah “Kampus
Peradaban”.
Ketika
awal memasuki dunia kampus, saya mendengar sebuah ungkapan yang sering
didengung-dengungkan oleh para dosen dan mahasiswa senior. Ungkapan tersebut adalah
“Kampus Peradaban”. Mendengar ungkapan ini, ada sebuah pertanyaan yang
tiba-tiba terlintas begitu saja di benak saya. Lebih tepat mana, disebut
“Kampus Peradaban” atau “Kampus Perjuangan Peradaban” ?
Bismillah.....
Berbicara mengenai Peradaban, maka salah
satu pilar yang akan terbawa dalam pembicaraan tersebut adalah Ilmu. Betapa
tidak, kita dapat bercermin dari sejarah peradaban-peradaban umat manusia
terdahulu. Dimulai dari perjuangan hebat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang menakjubkan, para khilafah rasyidah yang menyejarah, hingga
kemunculan dinasti-dinasti yang mempunyai karakteristik masing-masing. Semua
perjalanan tersebut membangun sebuah kisah tentang peradaban yang sempat hadir
di muka bumi.
Mereka adalah orang-orang hebat yang benar-benar
berilmu. Inilah salah satu kunci keberhasilan yang menjadi dasar atas
kecemerlangan peradaban. Tanpa mengesampingkan kerja keras pengelolaan
pemerintahan oleh para khalifah, kerja keras para ulama yang membimbing umat, juga
kesetiaan dan kepatuhan umat kepada pemimpinnya, kontribusi ilmu merupakan
warna tersendiri yang tidak akan pernah terhapus.
Sekarang
kita melihat realita yang ada di depan mata kita saat ini. Semangat
untuk menghidupkan sendi-sendi peradaban tentu tidak bisa terlepas dari pentingnya
penguasaan atas ilmu. Tentu tidak bisa dilepaskan dari urgensi untuk memperoleh
kompetensi yang bermanfaat. Bukan hanya untuk mendapatkan prestasi yang membuat
terkenal secara pribadi, namun juga prestasi atas pencapaian luar biasa yang
bisa memberikan kontribusi besar kepada kehidupan sekitar.
Disinilah kampus menunjukkan peran
pentingnya. Kampus adalah komunitas, dimana Civika (Civitas Akademika)
hidup bersama di dalam satu kesatuan sistem. Di tempat inilah banyak berkumpul
para pemuda dari penjuru negeri, dengan motivasi besar untuk mendapat ilmu
sebanyak-banyaknya. Maka, kampus merupakan tempat yang signifikan dalam
pembangunan salah satu pilar peradaban, yakni Ilmu.
Kalau kita berbicara tentang “Kampus Peradaban”,
maka yang kita fokuskan adalah manusianya. Manusia yang menghuni kampus, yang
menggunakan kampus, yang mengatur kampus, atau bahkan yang hanya berjalan-jalan
untuk melihat-lihat kampus. Kampus tidak hanya sekadar dimaknai sebagai benda
mati, meskipun diasosiasikan sebagai benda. Tidak ada artinya gedung-gedung
kuliah, perpustakaan, taman, lahan parkir, masjid, kantin dan sebagainya itu
tanpa manusia di dalamnya. Maka, dosen, tenaga kependidikan, security, cleaning
service, dan terutama para mahasiswa adalah jantung dan otak yang
menggerakkan benda yang namanya kampus itu menjadi mekanisme yang hidup,
semarak, merona, berdenyut dan berdentang, cetar membahana badai (seperti kata
Syahrini), bahkan mengalir kencang menantang zaman.
Mahasiswa merupakan komponen yang tak
bisa di lepaskan dari maju atau mundurnya kampus, bahkan bangsa ini. Mahasiswa
adalah agen perubahan sosial (Agent of Sosial Change), begitulah
identitas yang selayaknya terus mengakar dalam diri mahasiswa. Mereka ada untuk
menjadikan perubahan, untuk selanjutnya dari akar perubahan itulah yang
nantinya akan melahirkan ideologi peradaban kampus.
Kontribusi utama yang harus diberikan
mahasiswa sebagai agen-agen perubahan adalah berprestasi di kampus, tempat
dimana mereka memulai gerakan pembangunan peradaban. Prestasi yang dimaksud
adalah tidak hanya sekadar menjadi mahasiswa biasa yang hanya sibuk belajar
saat jam kuliah, melainkan menjadi mahasiswa luar biasa yang aktif dalam
menyongsong peradaban kampus.
Mahasiswa
harus senantiasa serius untuk aktif dalam pergerakan kampus. Sebab tanpa
pergerakan mahasiswa, kampus seolah-olah hilang peradabannya.
Disamping
itu, Kontak dengan masyarakat sekitar harus tetap dipelihara dan dibangun,
karena hubungan itu menjadi penting dalam dua hal. Pertama, hubungan kampus
dengan masyarakat luas adalah dalam satu sistem besar, yang keduanya harus
bersimbiosis mutualistis. Hidup saling barkaitan dan menguntungkan satu sama
lain. Kedua, kelak para mahasiswa akan kembali ke masyarakat luas yang
merupakan asalnya sebelum memasuki dunia kampus.
Di
Universitas Negeri Gorontalo (UNG) atau yang dikenal dengan julukan “Kampus
Merah Maron”, para mahasiswa yang senantiasa dipacu untuk dapat memberikan
andil yang besar dalam upaya pewujudan “Kampus Peradaban” adalah para mahasiswa
yang menerima beasiswa Bidik Misi. Seperti namanya, Bidik Misi (Biaya
Pendidikan Miskin Berprestasi), para mahasiswa yang menerima beasiswa ini
selalu menjadi sorotan utama Rektor UNG, Bapak Dr. Syamsu Qamar Badu, M.Si,
untuk terus berprestasi. “Prajurit Akademik”, julukan itulah yang diberikan
oleh rektor UNG ini kepada para mahasiswa Bidik Misi. Julukan ini diberikan
dengan harapan agar para mahasiswa Bidik Misi bisa menjadi ujung tombak yang
selalu berada di garda terdepan barisan pasukan UNG dalam menghadapi tantangan
global dunia pendidikan.
Jadi,
prestasi yang diharapkan dari mahasiswa di “Kampus perjuangan Peradaban” adalah
prestasi akademik maupun non akademik, prestasi di lingkungan masyarakat kampus
maupun di lingkungan masyarakat di luar kampus, yang nantinya prestasi-prestasi
tersebut bisa memberikan kontribusi besar atas terwujudnya “Kampus Peradaban”.
Dari
kampus kita bangun Peradaban, dengan Ilmu insya Allah kita bisa..
INI PRESTASIKU, MANA
PRESTASIMU ?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar